Rabu, 09 Februari 2011

PENYEBAB TIMBULNYA GAYUSISME

Gayus Tambunan adalah simbolisasi keruntuhan moral, etika, dan nilai-nilai seorang aparatur negara. Dia adalah anak kandung dan "korban" dari masyarakat yang sakit. Gayusisme adalah "anak kandung" hedonisme. Seperti hedonisme, gayusisme menilai kebaikan intrinsik dari pencapaian nafsu atau kepuasan badaniah (pleasure). Gayusisme memandang keberhasilan seorang pejabat, baik publik maupun swasta, dari sejauh mana ia dapat memanfaatkan jabatannya untuk memaksimumkan kepuasan lahiriah (kekayaan) dan meminimalkan penderitaan badaniah (kemiskinan). 
gayusisme tumbuh subur dan menjadi epidemi pada masyarakat yang toleran terhadap perilaku korup. Seperti kejahatan lainnya, menurut teori Reintegrative Shaming dari John Braithwaite, gayusisme sebagai bentuk korupsi kerakusan (corruption by greed) akan tumbuh subur di tengah masyarakat yang toleran atau tidak mempermalukan perilaku korup. 
Sebaliknya, sebagian pejabat kita terdorong melakukan korupsi karena keuntungannya jauh lebih besar daripada risiko yang mungkin diterima. Pejabat demikian tidak takut dan tidak jera mencuri uang negara, karena mereka yakin hukum dan penegak hukum dapat dibeli. Tidak ada efek jera (deterrent effect) dalam penegakan hukum antikorupsi.
Sebaliknya, sebagian pejabat kita terdorong melakukan korupsi karena keuntungannya jauh lebih besar daripada risiko yang mungkin diterima. Pejabat demikian tidak takut dan tidak jera mencuri uang negara, karena mereka yakin hukum dan penegak hukum dapat dibeli. Tidak ada efek jera (deterrent effect) dalam penegakan hukum antikorupsi.

Efek destruktif
Gayusisme bila dibiarkan dapat melumpuhkan negara, suatu keadaan yang sedang menimpa negara kita. Jabatan tidak lagi digunakan untuk melayani dan melindungi kepentingan publik, melainkan untuk mencapai tujuan serta keuntungan pribadi dan kelompoknya. Program-program pemerintah tidak akan mencapai tujuannya karena keputusan dan wewenang pemerintahan disalahgunakan.
 Potensi penggelapan dan penyelewengan perpajakan dan anggaran belanja pemerintah yang diduga berjumlah triliunan rupiah itu tentu akan sangat bermanfaat untuk mengatasi kemiskinan, pengangguran, kesehatan, dan pendidikan.
Gayusisme yang sistemik akan melemahkan fungsi-fungsi institusi pemerintahan. Lembaga-lembaga pemerintahan yang dipimpin oleh para kleptobirokrat tidak akan mampu menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan untuk menyejahterakan masyarakat. Kegagalan institusi ini dalam jangka panjang akan melumpuhkan fungsi negara untuk memajukan dan melindungi hak-hak konstitusional warga negara (failed state).

Degayusisme
Untuk menyelamatkan negara dari keterpurukan, proses degayusisme harus segera dilakukan. 
Harus dilakukan pembalikan nilai-nilai sosial dari toleran menjadi sangat menentang dan menghinakan terhadap perilaku koruptif. Gerakan massif dan sistemik harus segera dimulai untuk merendahkan serta mempermalukan gaya hidup, sikap, dan nilai-nilai hedonisme, materialisme, dan konsumerisme di masyarakat, khususnya di kalangan pejabat publik.
Reformasi birokrasi harus mencakup reformasi etika dan budaya birokrasi. Nilai-nilai integritas dan kejujuran harus menjadi pertimbangan utama dalam sistem pemberian penghargaan dan sanksi kepada pegawai (reward and punishment system), khususnya dalam rekrutmen dan promosi pejabat publik. Kleptobirokrasi harus diubah menjadi birokrasi yang dipimpin oleh para intelektual-profesional yang memiliki integritas, komitmen, dan hati nurani untuk menyejahterakan masyarakat dan memajukan bangsanya.


sumber : http://www.antikorupsi.org/



Tidak ada komentar:

Posting Komentar