Selasa, 22 Maret 2011

HUKUM TENAGA KERJA

  1. Sejarah Hukum Perburuhan;
Secara histories lahirnya hukum perburuhan terkait erat dengan Revolusi Industri yang terjadi di Eropa, khususnya di Inggris pada abad ke-19. Revolusi Industri yang ditandai dengan penemuan mesin uap telah mengubah secara permanen hubungan buruh-majikan. Penemuan mesin juga telah mempermudah proses produksi. Revolusi Industri menandai munculnya zaman mekanisasi yang tidak dikenal sebelumnya. Ciri utama mekanisasi ini adalah: hilangnya industri kecil, jumlah buruh yang bekerja di pabrik meningkat, anak-anak dan perempuan ikut diterjunkan ke pabrik dalam jumlah massal, kondisi kerja yang berbahaya dan tidak sehat, jam kerja panjang, upah yang sangat rendah, dan perumahan yang sangat buruk.
Keprihatinan utama yang mendasari lahirnya hukum perburuhan adalah buruknya kondisi kerja di mana buruh anak dan perempuan bekerja, terutama di pabrik tenun/ tekstil dan pertambangan yang sangat membahayakan kesehatan dan keselamatan diri mereka. Undang-undang perburuhan pertama muncul di Inggris tahun 1802, kemudian menyusul di Jerman dan Perancis tahun 1840, sedangkan di Belanda sesudah tahun 1870. Substansi undang-undang pertama ini adalah jaminan perlindungan terhadap kesehatan kerja (health) dan keselamatan kerja (safety). Undang-undang perlindungan inilah yang menandai berawalnya hukum perburuhan.
Upaya pemerintah untuk memberikan perlindungan pada kesehatan dan keselamatan kerja melalui hukum tidak berjalan dengan mulus. Karena saat berlangsung Revolusi Industri, teori sosial yang dominan adalah faham liberalisme dengan doktrin laissez-faire. Dalam doktrin ini negara tidak boleh melakukan intervensi ke dalam bidang ekonomi kecuali untuk menjaga keamanan dan ketertiban. Konsep negara yang dominan waktu itu adalah Negara Penjaga Malam (the night-watchman-state). Karena itulah upaya pemerintah untuk melindungi buruh mendapat perlawanan keras dari kelompok pengusaha dan para intelektual pendukung laissez-faire, terutama Adam Smith. Mereka menuduh intervensi pemerintah melanggar kebebasan individual dalam melakukan aktifitas ekonomi dan kebebasan menjalin
kontrak.
Pada saat yang sama, serikat-serikat buruh belum berkembang. Di sisi lain pengusaha juga masih bersikap anti serikat, tambah lagi, sistem hukum yang ada belum memungkin lahirnya serikat buruh. Sebagai contoh, hingga tahun 1825 di Inggris masih berlaku Undang-Undang Penggabungan (Combination Acts) yang menganggap ilegal semua aksi kolektif (collective action) untuk tujuan apapun. Di Belanda, larangan untuk berorganisasi/berserikat (coalitie verbod) baru dihapus pada tahun 1872. Sejak penghapusan inilah buruh dapat melakukan konsolidasi dalam serikat-serikat buruh. Oleh karena itu dapat dipahami bahwa hukum perburuhan yang melindungi buruh adalah hasil desakan para pembaharu di dalam maupun di luar parlemen. Secara perlahan, munculnya hukum perlindungan buruh merupakan bukti bahwa secara sosial doktrin laissez-faire mulai ditinggalkan atau setidaknya tidak lagi dapat diterapkan secara mutlak. Mulai muncul kesadaran bahwa negara harus intervensi dalam hubungan buruh-majikan. Kesadaran baru ini ditandai dengan munculnya teori sosial yang ingin mengimbangi gagasan di balik doktrin laissez-faire. Misalnya, M. G. Rood berpendapat bahwa undang-undang perlindungan buruh merupakan contoh yang memperlihatkan ciri utama hukum sosial yang didasarkan pada teori ketidakseimbangan kompensasi. Teori ini bertitik-tolak pada pemikiran bahwa antara pemberi kerja dan penerima kerja ada ketidaksamaan kedudukan secara sosial-ekonomis. Penerima kerja sangat tergantung pada pemberi kerja. Maka hukum perburuhan memberi hak lebih banyak kepada pihak yang lemah daripada pihak yang kuat. Hukum bertindak “tidak sama” kepada masing masing pihak dengan maksud agar terjadi suatu keseimbangan yang sesuai. Hal ini dipandang sebagai jawaban yang tepat terhadap rasa keadilan umum.
  • Sejarah dibentuknya UU ketenaga kerjaan, adalah sebagai berikut
Maraknya isu – isu buruh saat ini memang sangat panas di beberapa belahan dunia. Terjadi lantaran sistem perundang – undangan yang diskriminatif terhadap buruh. Tiga negara sudah memperlihatkan. Di Perancis, PM Jacques Villepin mengeluarkan CPE. Peraturan ini berisi perijinan pemecatan buruh pada usia dibawah 26 tahun ke bawah. Lain lagi di Amerika, pemerintah negeri “Melting Pot” ini mengeluarkan peraturan yang ketat bagi buruh yang katanya ‘imigran’. Pembahasan imigrasi terdengar santer di Amerika karena hampir sebagian besar penduduknya adalah imigran. Akhirnya pemerintah Indonesia pun tidak mau ketinggalan tren dengan revisi UU Ketenagakerjaan No. 13 th. 2003. Secara jelas bahwa buruh boleh dipecat, tanpa perlindungan asuransi keselamatan kerja, tanpa uang pensiun, dll. Disini pemerintah lepas tangan dan menyerahkan kepada perusahaan.
Ada asumsi bahwa buruh adalah Posisi buruh dianggap alat produksi seperti halnya mesin, lokasi, modal, dll. Mereka dilihat sebagai ternak yang bisa diambil susu, kulit dan dagingnya dengan mudah dan buruh dianggap produsen bukan konsumen. Sehingga perusahaan/ pengusaha sewenag-wenag terhadap buruh tersebut. Maka disinilah muncul UU Ketenagakerjaan yang mana UU ini memperjuangkan hak-hak buruh/ pekerja, yang selama ini di kesampingkan yang merupakan kelompok lemah. Hukum perburuhan memang berawal dari kesadaran akan ketidakseimbangan sosial-ekonomis antara-buruh dan majikan. Namun harus diakui bahwa logika yang dianut hukum perburuhan merupakan penyimpangan dari logika hukum mainstream (arus utama).
  1. Hak-hak buruh/ tenaga kerja atas majikan/ pengusaha, adalah sebagai berikut;
  • Tenaga kerja mempunyai hak untuk dibina sebagaimana termaktub dalam pasal 9 UU No.1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja, sebagai berikut;
1.   Pengurus diwajibkan menunjukkan dan menjelaskan pada tiap tenaga kerja baru tentang :
  • Kondisi-kondisi dan bahaya-bahaya serta yang dapat timbul dalam tempat kerja;
  • Semua pengamanan dan alat-alat perlindungan yang diharuskan dalam tempat kerja;
  • Alat-alat perlindungan diri bagi tenaga kerja yang bersangkutan;
  • Cara-cara dan sikap yang aman dalam melaksanakan pekerjaannya.
2.    Pengurus hanya dapat mempekerjakan tenaga kerja yang bersangkutan setelah ia yakin bahwa tenaga kerja tersebut telah memahami syarat-syarat tersebut di atas.
  1. Pengurus diwajibkan menyelenggarakan pembinaan bagi semua tenaga kerja yang berada di bawah pimpinannya, dalam pencegahan kecelakaan dan pemberantasan kebakaran serta peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja, pula dalam pemberian pertolongan pertama pada kecelakaan.
Pengurus diwajibkan memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat dan ketentuan-ketentuan yang berlaku bagi usaha dan tempat kerja yang dijalankan.
  • Hak dan kewajiban tenaga kerja, sebagai mana termaktub dalam pasal 12 UU No 1 Tahun 1970 Tentang Keselamatan Kerja;
Pasal 12
Dengan peraturan perundangan diatur kewajiban dan atau hak tenaga kerja untuk: a. Memberikan keterangan yang benar bila diminta oleh pegawai pengawas dan atau keselamatan kerja; b. Memakai alat perlindungan diri yang diwajibkan; c. Memenuhi dan mentaati semua syarat-syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; d.Meminta pada Pengurus agar dilaksanakan semua syarat keselamatan dan kesehatan kerja yang diwajibkan; e. Menyatakan keberatan kerja pada pekerjaan dimana syarat kesehatan dan keselamatan kerja serta alat-alat perlindungan diri yang diwajibkan diragukan olehnya kecuali dalam hal-hal khususditentukan lain oleh pegawai pengawas dalam batas-batas yang masih dapat dipertanggung jawabkan.
  • Hak pesongon terhadap buruh sebagaimana termaktub dalam UU No.13 Tahun 2003, sebenarnya termasuk program jaminan sosial yang menjadi hak tenaga kerja. Karena itu, mestinya dimasukkan dalam penyelenggaraan program jaminan sosial lainnya, sebagaimana termaktub dalam UU 40 tahun 2004, yaitu ;
  1. Jaminan Kesehatan (JK)
  2. Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK)
  3. Jaminan Hari Tua (JHT)
  4. Jaminan Pensiun (JP) dan,
  5. Jaminan Kematian (JKM)
Jaminan pesangon, atau Jaminan Pemutusan Hubungan Kerja (JPHK), ternyata diatur tersendiri dalam UU No.13 Tahun  2003 tentang Tenaga Kerja. Dengan memperhatikan perundangan yang sudah ada, dimana hak – hak tenaga kerja telah ditentukan, perobahan yang dilakukan tidak boleh merugikan hak tenaga kerja. Perobahan itu hedaklah secara mendasar, sesuai dengan best – practice yang lazim. Karena itu, tidak ada jalan lain, selain mengintegrasikan jaminan pesangon (JPHK) dengan program Jamian Sosial lainnya, yang nota bene belum diberikan kepada sebagian besar tenaga kerja kita. Dengan pendekatan seperti itu, tenaga kerja akan memiliki program jaminan sosial sesuai UU 40/2004, sementara bagi pemberi kerja, beban itu akan lebih ringan.
  • Buruh atau tenaga kerja mendapatkan hak pesangon sebagaimana termaktub dalam pasal 173, 174, dan 175 UU No.13 Tahun 2003, sebagai berikut;
Pasal  173
  1. Pemerintah melakukan pembinaan terhadap unsur-unsur dan kegiatan yang berhubungan dengan ketenagakerjaan.
  2. Pembinaan sebagaimana  dimaksud dalam ayat (1), dapat mengikut sertakan organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh, dan organisasi profesi terkait
  3. Pembinaan sebagaimana di maksud dalam ayat (1), dan ayat (2), dilaksanakan secara terpadu dan terkoordinasi.
Pasal  174
Dalam rangka pembinaan ketenagakerjaan, pemerintah, organisasi pengusaha, serikat pekerja/serikat buruh dan organisasi profesi terkait dapat melakukan kerjasama internasional dibidang ketenagakerjaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku
Pasal  175
  1. Pemerintah dapat memberikan penghargaan kepada orang atau lembaga yang telah berjasa dalam pembinaan ketenagakerjaan.
  2. Penghargaan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan dalam bentuk piagam, uang, dan/atau bentuk lainnya.
Maka selayaknya memperoleh perhatian dari pemerintah tentang formulasi UU ketenaga kerjaan, antara lain adalah:
  1. Tetap menjamin hak – hak tenaga kerja, khususnya besaran pesangonnya, sesuai dengan UU No 13 Tahun 2004.
  2. Diselenggarakan melalui prinsip – prinsip program Jamiman Sosial, antara lain sifat not for profit, single – provider dan (mestinya) diintegrasikan dengan program jaminan sosial lainnya. hal ini diperlukan, agar ada integrasi, tidak sepotong – potong, sehingga beban iuran akan lebih besar. Adanya pikiran – pikiran untuk membuka peluang multi – providers, apalagi membuka peluang perusahaan asuransi swasta untuk terlibat, selayaknya di tinggalkan , demi manfaat, efisiensi dan kelangsungan program itu.
  3. Terkait dengan masa transisi UU No 40 Tahun 2004, akan sangat ideal, apabila semua itu diintergrasikan pendekatannya, sehingga menjamin penyelenggaraan program jaminan sosial yang terintegrasi dan komprehensif, adil dan merata. Dengan demikian kelangusungan hidupnya lebih terjamin.
Sehingga Dalam hukum perburuhan ada peraturan yang mengatur hubungan antara para majikan dan buruh agar majikan tidak bertindak sewenang-wenang terhadap buruh. Dalam hubungan kerja terdapat hak dan kewajiban majikan dan buruh. Sehingga akan tercipta hubungan yang serasi antara majikan dan buruh.

Rabu, 09 Maret 2011

KENAPA PERLU KOALISI ?

Sekarang, idiom kata yang paling banyak dibicarakan adalah koalisi. Artinya, di dalam sistem politik parlementer, di mana pemerintahan merupakan gabungan partai-partai politik. Partai-partai bekerjsama membentuk pemerintahan, yang disertai dasar-dasar kerjasama yang jelas. Berdasarkan kaidah-kaidah politik. Biasanya, kaidah-kaidah yang menjadi landasan kerjasama adalah lebih banyak kepentingan. Bukan nilai-nilai yang sifatnya universal. Ideologi atau agama.
Maka, belakangan ini banyak yang berbicara tidak perlu lagi ideologi, apalagi agama, yang menjadi kaidah-kaidah dasar dalam membangun kerjasama. Koalisi, hanya semata-mata didasarkan atas kepentingan, yang dibungkus dengan platform atau program. Ideologi tidak lagi menjadi parameter, berkaitan dalam koalisi. Jika, pernah ada wacana ‘The end of ideology’, sekarang ini momentumnya, dan mendapatkan bentuk yang faktual. Partai-partai yang berlain-lainan ideologi, karakter, latarbelakang, kultur, dan sejarah, bisa melakukan koalisi. Karena, tujuannya hanya kepentingan kekuasaan. Tidak ada yang lain.
Banyak rakyat yang bingung. Melihat pola koalisi yang ada. Partai-partai yang satu sama lainnya berlain-lainan ideologi, karakter, latarbelakang, kultur, dan sejarah bisa berkoalisi, dan bekerjasama. Partai yang secara ideologi berbeda sangat diametral dengan partai lainnya bisa berkoalisi. Partai yang mengaku Islamis bisa berkoalisi dengan partai yang berideologi nasionalis. Partai yang sangat Islamis dapat berkoalisi dengan partai Kristen (Katolik). Partai yang berbasis pengikutnya Islam berkoalisi dengan partai sekuler. Ini terbukti dengan berbagai pilkada yang berlangsung di seluruh wilayah republik Indonesia. Tidak ada lagi sekat ideologi yang ketat. Partai yang nasionalis, yang sekuler, yang Islam, yang Kristen (Katolik), di manapun dapat melakukan koalisi secara bebas. Tak perlu risih.
Fenomena ini hanya menggambarkan batas ideologi sudah berakhir. Faktanya betul apa yang disebut, ‘The end of ideology’, dalam kaitannya dengan pola koalisi yang ada di Indonesia. Ideologi tidak lagi menjadi dasar pertimbangan. Karena, masing-masing yang dituju adalah semata-mata kekuasaan. Maka, ideologi, tidak lagi menjadi bahan pertimbangan. Karena itu, pragamatisme politik, sebuah keniscayaan. Wapres Yusuf Kalla, masih di bulan ramadhan, dalam acara silaturrahim, yang digagas oleh Republika, yang membicarakan antara nasionalisme dan Islam, secara tegas sudah tidak ada lagi dikotomi ideologi di Indonesia. Yusuf Kalla memberikan contoh, seperti, PKS yang berasas Islam, di Palembang berkoalisi dengan PDIP, dan di Makassar berkoalisi dengan Golkar, ujar Wapres Yusuf Kalla. “Kerjasama politik PKS dengan PDIP dan Golkar itu, menggambarkan pragmatis politik”, ujar Kalla.
Benarkah, politik aliran hanya berlangsung di tahun ’50 an, di mana partai dipilah menjadi tiga aliran ideologi, yaitu golongan partai yang mewakili Islam (Masyumi), golongan partai yang mewakili nasionalis (PNI), dan aliran golongan parti yang mewakili anti agama (athies) PKI. Polarisasi aliran ideologi itu, sangat nampak dalam pemilu 1955, di mana partai-partai yang muncul, dan mendapatkan dukungan rakyat, seperti Masyumi, PNI, dan PKI. Inilah arus utama (mainstreams) ideologi partai-partai, yang muncul di pemilu tahun 1955. Polarisasi ini lebih tergambar lagi, ketika menentukan pilihan ideologi, yang diperjuangkan di parlemen (konstituante) oleh partai-partai yang ada. Masyumi dengan partai-partai Islam lainnya, berusaha menjadi Islam sebagai dasar negara, sedangkan partai-partai nasionalis dan sekuler, seperti PNI, PKI, dan lainnya memperjuangkan Pancasila sebagai dasar negara.
Sejak peralihan kekuasaan dari Soekarno kepada Soeharto, tidak ada lagi perdebatan atau pembahasan tentang ideologi. Soal ideologi sudah selesai. Membicarakan soal ideologi adalah haram. Pancasila menjadi ideologi tunggal. Tidak boleh ada ideologi lain, yang dibolehkan eksis, dan bahkan nyaris Pancasila menjadi agama. Seluruh potensi bangsa hanya diarahkan kepada tujuan pembangunan. Maka, sangat terkenal pernyataan dari almarhum Nurchalis Madjid, yang menyatakan : “Islam Yes. Partai Islam No”. Pernyataan itu dikemukakan diawal Orde Baru, yang memberikan dasar legitimasi pemerintah, yang ingin menciptakan kondisi yang stabil, tanpa ada lagi konflik ideologi.
Tujuan Soeharto yang menjadikan Pancasila  sebagai ideologi negara, tak lain, ia ingin mengebiri Islam dan umat Islam. Soeharto yang menjalankan misi dan kepentingan asing (Barat) atas Indonesia, berusaha dengan keras ‘menghabisi’ kekuatan poliltik Islam, yang berbasis ideologi. Soeharto yang sudah menjadi alat dan sekutu Barat, tidak ingin Islam menjadi kekuatan politik, yang dapat menganggu tujuan-tujuan yang ingin diwujudkan di Indonesia. Maka, sepanjang pemerintahan Soeharto, pengkerdilan terhadap umat Islam terus dijalankan secara konsisten dan sistematis. Pengkerdilan itu, hanya berhasil melalui penelajangan nilai-nilai Islam dari cita-cita politik. Menghilangkan Islam sebagai sebuah cita-cita politik sebagai langkah strategis, yang harus dijalakannya.
Ketika, Soeharto berkuasa hanya membolehkan tiga kekuatan politik, yaitu Golkar, PDI, dan PPP. Golkar adalah partai pemerintah, yang menjadi alat kekuasaan Soeharto, sedangkan PDI menjadi tempat golongan nasionalis,  dan PPP menjadi tempat golongan Islam. Tapi, hanya Golkar yang dapat eksis, sedangkan kedua partai yang mewakili golongan nasionalis dan Islam, dibonsai oleh Soeharto. Mereka tak diberi kesempatan hidup. Golkar yang menjadi mesin politik Soeharto, dan dengan ideologi Pancasila, dan pragmatisme pembangunan, mengarahkan rakyat menjadi sekuler. Terbebas dari nilai-nilai agama. Agama hanya sebuah ritual, yang tak bermakna apa-apa. Inilah mata rantai sekulerisasi yang dahsyat di Idnonesia.
Soeharto jatuh, pendulum tak bergeser ke golongan Islam. Karena, tak mungkin bisa eksis menjadi sebuah kekuatan politik, karena mereka sudah habis ditukangi oleh Soeharto dengan berbagai cara, yang dapat melemahkan golongan Islam. Golongan Islam hanya akan menjadi satelit golongan nasionalis atau golongan sekuler. Tak heran, ketika Soeharto jatuh, dan pemilu pertama di tahun 1998, yang menggantikan Golkar dan Soeharto, adalah PDI(P) yang dipimpin Megawati, yang nasionalis. Ini sudah dipersiapkan sejak awal. Artinya, Barat ingin tetap perubahan kekuasaan itu, tak mungkin akan dimenangkan golongan Islam. Bahkan, ketika Mega yang berkuasa selama tiga tahun, dan gagal yang muncul adalah tokoh seperti SBY, yang pernah mukim di Amerika.
Tokoh-tokoh Islam dan partai Islam, tak ada yang berani mengambil posisi sebagai alternative. Karena, rata-rata tokoh-tokoh Islam dan partai Islam masih mengidap penyakit ‘masa lalu’, yang tak dapat keluar dari bingkai pengaruh ‘Orde Baru’, yang notabene adalah bagian alat Barat, yang bertujuan menghancurkan Islam.
Sepanjang era reformasi, tak ada tokoh-tokoh atau partai Islam, yang secara original (genuine) berani menampilkan gagasan politik, baik yang berkaitan dengan visi, misi, platform dan program, yang bersumber dari Islam. Mereka hanya merupakan ‘copy paste’ dari pengaruh ideologi dan politik Barat, yang ada di Indonesia.
Maka, sekarang mereka semua menyanyikan lagu yang sama tentang ‘koalisi’, yang tak lain adalah refleksi dari kumpulan orang-orang yang sudah kalah sebelum mereka melakukan ‘perang’. Mereka hanya ingin menjadi ‘satelit’ partai-partai besar (Golkar dan PDIP), yang mestinya sudah menjadi bagian masa lalu sejarah Indonesia, seperti halnya Soeharto.
Mereka semua menyanyikan lagu yang sama, yaitu : “Kami baru akan melakukan koalisi setelah pemilu”, ujar para pemimpin partai Islam. Artinya apa? Tak lain, mereka hanya ingin 'menjaga kepercayaan  para pengikutnya atau kadernya. Agar mereka lebih bersemangat dalam pemilu nanti. Mereka juga menampilkan kadernya menjadi capres (calon presiden), tapi diujungnya masih tetap dibuka dengan kata : “Tetap akan koalisi”. Karena, alasannya yang baku, tak mungkin mengelola negara sendirian.
Mengapa mereka tidak berani dari awal melakukan koalisi dengan jelas. Siapa yang diajak koalisi? Apa tujuan koalisi? Apa langkah-langkah strategis yang akan mereka lakukan bagi rakyat? Semua harus jelas (clear). Kalau sekarang ini ibaratnya konstituen seperti membeli kucing dalam karung. Ibaratnya, umat Islam yang sudah menyerahkan seluruh hidupnya membela partai Islam, ternyata usai pemilu, kenyataannya hanya digunakan mendukung partai lainnya, yang bisa saja secara ideologis, berbeda dengan kehendak mayoritas konstituens.
Jika sudah tidak ada lagi ideologi yang menjadi sandaran kerjasama, dan hanya program atau platform, yang menjadi alat pengikat bagi sebuah koalisi, lalu apa yang akan menjadi alat untuk mengukur sebuah koalisi, berhasil atau tidak berhasil? Apakah dengan visi, misi, platform, dan program, bisa menjadi alat ukur. Siapa dan apa yang menentukan baik atau buruk, boleh atau tidak, dilarang atau dibolehkan? Siapa dan apa yang menentukan visi itu salah atau benar? Siapa dan apa yang menentukan program dan platform, bermanfaat atau tidak bagi rakyat?
Pemikiran dan pandangan manusia tetap relative dan lemah, dan tidak memiliki otoritas menentukan segala sesuatunya, secara mutlak. Jika, masing-masing orang, tokoh, partai menentukan sendiri-sendiri, yang terjadi tak pernah bisa menciptakan perbaikan. Pimpinan PDIP bisa mengaku benar pandangannya tentang program pembangunan partainya, pimpinan Golkar bisa mengaku benar pandangannya tentang program pembangunan partainya, partai yang lain juga sama, termasuk partai-partai Islam.
Tentu, yang semakin menarik, peristiwa politik belakangan ini, golongan non Islam, mereka semakin berani menegaskan identitas ideologinya, sementara itu golongan Islam, mereka semakin takut menegaskan jatidirinya sebagai golongan Islam. Mereka kadang-kadang lebih sekuler dibanding dari golongan yang sekuler sekalipun. Di tengah-tengah krisis ekonomi global, yang menandakan berakhirnya sistem materialism global, mestinya para pemimpin Islam dan partai-partai Islam berani menyatakan ideologi, pemikiran, dan konsep-konsep Islam, yang dapat menjadi alternative bagi masa depan bangsa. Bukan justru menampakkan sikapnya yang inferior, yang hanya mampu melagukan nyanyian yang sudah ‘fals’ (sumbang), dan mengikuti irama orang lain.
Lihatlah binatang. Mereka berkelompok sesuai dengan jenisnya. Kerbau berkelompok dengan kerbau. Gajah dengan gajah. Harimau dengan harimau. Kambing dengan kambing. Sapi dengan sapi. Tikus dengan tikus. Ular dengan ular. Keledai dengan keledai. Kucing dengan kucing. Tak mungkin disatukan ular dengan kucing. Juga perhatikan, misalnya, minyak tak pernah bisa bercampur dengan air, meski dikocok berulang kali, pasti akan berpisah antara minyak dengan air.


http://www.eramuslim.com

Senin, 07 Maret 2011

CARA MENGHILANGKAN RASA KERAGUAN DALAM MENCINTAI


aku pernah merasakan rasa ragu dan kecemasan terhadap orang yang aku cinta. begitu banyak rasa di dalam rasa cinta yang dalam dan salah duanya yang di atas itu tadi.
begitu banyak keraguan yang mencuak dalam hati entah kenapa persaan saat itu aku sangat ragu akan cinta kasihnya terhadapku. mungkin dampak dari rasa sayangku. saat aku merasakan hal itu, aku sangat kawatir akan kehilangan orang yang aku cintai itu.keraguan itu terpaksa memaksaku menjadi berfikir yang nggak nggak, alias berfikir negatif, contohnya(dia nggak sayanglah,dia nggak cintalah,dia selingkuhlah,dia mendualah dll) perasaan itu sangat menyiksaku,,,huuuufhhh tapi itu dulu...
maka setelah aku sadar, hal tersebut muncul karena terlalu lebay mencintai seseorang.boleh sih lebay atau di bisa juga di di kata cinta buta (terlalu berlebihan rasa cinta)
aku ingat betul pesan mama saat aku masih kecil,saat itu aku makan banyak sekali karena lauk ikan bandeng kesukaanku,dan alhasil aku muntah muntah,,dan kata mama "nak kalo makan itu jangan kebanyakan,nggak baik kalo berlebihan itu" sangat betul sih kata mama,,itu pun ada haditsnya..sesuatu yang berlebihan itu akan berakibat tidak baik.. BETYUL NGGAK?
begitu pula dengan cinta,,,( tapi itu menurutku lhoo ),,,,orang yang terlalu mencintai seseorang itu malah akan menyiksa diri sendiri, boleh sih cinta tapi MBOK ya jangan lebay to,,
DAN INI AKU ADA TIPS BUAT SUPAYA NGGAK RAGU DALAM MENCINTAI

1.BERDO'A,,,
itu harus di lakukan sebelum melakukan apapun dan menghilangkan rasa ragu pun harus berdo'a dulu,,
2. bicara terus terang kepada pasangan apa yang membuat ragu,,ya intinya KOMUNIKASI sama pasangan,,
3. PAHAMI apa maunya pasangan dan mengertilah,,jangan paksakan KEMAUAN anda karena hal itu akan berdampak sangat buruk, apalagi kemauan anda itu karena dampak dari rasa cinta yang berlebihan.,,( jangan coba coba ),,,
4. POSITIF THINKING walaupun perasaan begitu ragu,janganlah langsung berasumsi kalo pasangan anda itu nggak sayang sama anda, akan banyak kemungkinan dari tingkah dan sifat dia yang membuat anda ragu...(mungkin dia lagi nggak mood). karena nggak mood bukan berarti nggak cinta,, YA NGGAK?
5. PERCAYA,yang paling utama,percayalah kalo pasangan anda mencintai anda,,ya kalo pasanga nggak mencintai anda,,,itu sudah jadi nasib anda,,,bukan berarti anda harus menyesal dengan rasa cinta anda tapi anda malah harus bersukur, karena mungkin suatu saat nanti anda akan menemukan pasangan yang mencintai anda..dan yakinlah tuhan akan menbalas perbuatan baik atau buruk,,,




Rabu, 02 Maret 2011

CIRI CIRI PLAYBOY

"AKU PLAYBOY??"


sebuah lontaran kalimat pendek kepada temenKU,sewaktu dia mengatakan aku playboy.
memang lucu sih kalo aku pikir pikir,coba sekarang aku tanya balik.
"kenapa aku kamu bilang playboy?",apa aku gonta ganti cewek dalam seminggu?,apa aku selalu ninggalin cewek yang pernah jadi kekasihku?mungkin sih ada yang sakit hati namun itu semua bisa di logika kenapa dia bisa sakit hati,ada sebab musababnya,,,awalnya timbul sakit hati,,,jadi ya maafkan aku apa bila ada yang sakit hati.

"apa aku orang yang ganteng kaya laki laki yang menjdi cover boy,nggak kan,,mana mu ngkin aku bisa playboy.
kalo ada yang bilang aku PLAYBOY itu aku anggap salah kaprah,,

DAN KALO MAU TAU YA INI CIRI CIRI ORANG PLAYBOY, DAN ITU BUKAN AKU BANGET :

1. yang jelas namanya aja BOY itu pasti cowok,dan cowok PLAYBOY itu kata nya ORANGNYA GANTENG,tapi itu masih katanya. kalo aku di bilang PLAYBOY,,BUUUIICH NANJONG!!!!!!nggak sesuai sama muka aku yang kaya ARIL,,, :)



2. PLAYBOY yang jadi korban pasti cewek,dan itu ada kaitannya BAHWA cowok yang playboy itu banyak TEMEN/KENALAN CEWEK,nah itu kalo di kaitkan sama aku yang katanya PLAYBOY,itu sangat mustahal,,giamana aku banyak temen cewek,la wong aku aja mainnya sama orang setengah setengah yang suka mejeng tengah malem dan suka ngecrek kalo siang..{ayo lach booo,seribu aja},,, :)



3. "Waaacchhh,,,cowok itu ganteng bangeeeeeeeeeeeeet,mau dong jadi ceweknya"(sambil ngeces).
itu reaksi kalo cewek ngeliat cowok yang GANTENG,KEREN,RAPI,GAYA LEBAY,,,naaaahhhh itu COWOK bisa di curigai kalo dia PLAYBOY...dan kalo aku di curigai bahkan kalo berat, sampai di tuduh PLAYBOY yang nuduh itu aku anggap orang paling KATROK DAN PALING DESOK sedunia tahun 2011,gimana mau bikin klepek klepek cewek kalo pakaianku aja kaya gini,,,,(gembel)



4. (GOOOMBAAAL,,,,!!!!) itu kata sering di lontarkan cewek yang sadar akan serangan serangan yang bertubi tubi oleh seorang yang bisa katakan PLAYBOY.soalnya kata temen ku yang sering jadi korban,pernah bilang kalo cowok yang NGERAYU DIA ITU BENER BENER PROFESIONAL,padahal kata temenku setelah kenal agak lamaan yang di omongin itu GOMMMBAAAL DOANG,semua cuma BOHONG,,,terus kata yang terkhir PENYESALAN dia yang masih aku ingat sampai sekarang itu,,,"DASAR COWOK PLAYBOY"


5.mantannya BANYAK???? YA ialah namanya aja PLAYBOY,ya pasti mantannya banyak kalo cuma satu itu bukan PLAYBOY tapi PLAYSTASION,,,heeheee (bukan gw banget)


 6.banyak no telponnya,,,heemmmmm,,,itu dia trick PLAYBOY pake no telpn banyak2 biar nggak ketauan sama ceweknya yang lain....nah YANG SATU ini nggak bisa di katagorikan sama aku,,soalnya aku selalu setia satu no satu cinta,,,cieee ciee,CUIHHHH,,



dan sekali lagi aku bilang dan percayalah bahwa aku,,BUUUUUUUUUUKKKKAAAAN PLAYBOY,OK,,,,sippp,,,tenang aja kok aku tuh bukan playboy jadi kamu jangan takut kalo aku deketin,,, :)